Selasa, 01 Desember 2009 di 17.32 |  
 sekedar memforward.... semoga berguna...


Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali ke kota. Mengingat
jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa
mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan
makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di
depan.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum.
Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue
jajaannya.

"Tidak dik....abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.
Begitu pesanan tiba, saya terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menit
kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang
suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Abang sudang makan , tak mau beli kue saya?" katanya tenang ketika
menghampiri meja saya.

"Abang baru selesai makan di, masih kenyang nih," kata saya sambil
menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma disekitar restoran. Sampai
di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu
ditanya....

"Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu."

Molek budi bahasanya.

Pemilik restoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya
menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan
kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha.
Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya,
sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil.
Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya
buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum sempat saya
menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan
sebuah senyuman.
Saya turunkan cermin. Membalas senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin abang perlukan kue saya untuk
adik-adik abang, ibu atau ayah abang," katanya sopan sekali sambil
tersenyum. Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak
daun pisang penutupnya. Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja.
Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan
mengulurkan selembar uang Rp 20.000,- padanya.

"Ambil ini dik! Abang sedekah ....tak usah abang beli kue itu." saya
berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu
menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan
kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan . Saya memundurkan mobil saya. Alangkah
terperanjatnya saya ketika melihat anak itu mengulurkan uang Rp
20.000,- pemberian saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua
matanya.

Saya terkejut ... saya hentikan mobil, memanggil anak itu.

"Kenapa bang,  mau beli kue kah?" tanyanya.

"Kenapa adik berikan duit abang tadi pada pengemis itu? Duit itu abang
berikan adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya
mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.
Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan
masih banyak, mak pasti marah. Kata mak mengemis kerja orang yang tak
berupaya, saya masih kuat bang!" katanya begitu lancar. Saya heran
sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal,
saya terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk.
Lidah saya kelu mau berkata.

"Rp 25.000,- saja bang....."

Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya
ulurkan Rp 25.000,-. Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi.
Saya perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terfikir untuk bertanya statusnya. Anak
yatim kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan
mendidiknya? Terus terang saya katakan , saya beli kuenya bukan lagi
atas dasar kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat
menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan
sikap anak itu.

Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

---
Mutiara Amaly "Penyejuk jiwa Penyubur Iman"
Diposting oleh roem poet Label:

0 komentar:

Visit the Site